Prosa SMA (1)

Aku abu-abu sekarang. Berproblema. Mungkin juga mengundang curiga. Dan kau entah apa warnanya. Berkonsentrasi di tingkat entah keberapa. Fokus pada tujuan yang entah sebesar apa. Lantas bagaimana aku tak berdecak sebal? Sedang tanyaku kau abaikan. Rasaku kau biarkan sendirian. Kau bilang ini mimpi yang harus mulai kau kejar. Aku tahu kita berbeda warna. Aku masih abu-abu dan kau bak pelangi yang sudah jauh mengangkasa.

Kini aku segitiga. Terlalu banyak pilihan di depan mata. Membuatku hilang arah dan tertusuk sudut lancipku sendiri yang tak berbilang tajamnya. Dan kau entah apa bentuknya. Kau kejar permukaanmu yang entah batasnya. Tenggelam dalam lautan peluh yang entah kapan keringnya. Lalu bagaimana aku tak terisak iba? Sedang kau tak lagi peduli ragamu telah bersegi berapa. Tak lagi ingin mencari ruang lengang untuk sekedar menuntaskan helaan nafas. Kau bilang ini sudah saatnya untukmu menunaikan kewajiban. Aku paham bentuk kita tak sama. Aku masih segitiga dan kau seakan telah layak menjelma bentuk berdimensi kesekian.

Saat ini aku adalah aksara, tentu saja. Tak terhitung rimanya. Dengan naifnya mencoba menari dengan tanda tanya. Dan kau entah apa sebutannya. Kini dengan setia menantiku yang masih saja tertatih bersama tanda baca. Sesekali menggerutu tak suka, tak sabar akan kebersamaan kita yang titik terangnya tak juga tertangkap mata.

Jadi bagaimana aku tak mematung terkesima? Aku sadar betul kita jauh perbedaannya. Aku aksara belia, dan kau siap menjadi peta dunia. Tapi biarlah kali ini aku sedikit meminta. Izinkan aku mencintaimu lebih dalam. Kumohon izinkan aku mendoakan kita dalam diam.

 

Serpong.

070715, 08:40 AM.

3 thoughts on “Prosa SMA (1)

Leave a comment